Senin, 05 Mei 2008



SELALU JALAN PINTAS ....

RIZAL RAMLI : VISI SBY, VISI MAHASISWA KOS KOSAN, HA HA HA..
KOMPAS Siap-siap, Pemerintah Akan Naikkan Harga BBM
SBY "Ngaku" Pusing Soal Harga Minyak
Senin, 5 Mei 2008 19:59 WIB
Pengamat ekonomi Rizal Ramli menilai visi pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono layaknya visi mahasiswa kos-kosan. Hal ini disampaikan Rizal menanggapi rencana pemerintah yang akan menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM).
Seperti apa visi mahasiswa kos-kosan yang dimaksud mantan Menteri Perekonomian itu? "Ya mahasiswa kos itukan visinya kalau tidak punya uang, utang. Tidak punya uang lagi, jual hp, jual jeans, jual laptop. Pemerintah SBY seperti itu, tidak punya uang, ngutang. Lihat saja utang luar dan dalam negerinya, menjual aset BUMN, solusi terakhirnya naikin harga. Kalap.......
Kebijakan menaikkan harga BBM itu no brainer, tidak cerdas," ujar Rizal saat dihubungi Kompas.com, Senin (5/5) malam.Sebenarnya, ujar Rizal, pemerintah tidak perlu menaikkan harga BBM asalkan bisa memaksimalkan segala lini untuk melakukan penghematan. Ia menyatakan, banyak sumber penghematan yang bisa dilakukan di APBN."Lihat saja sekarang, bagaimana pembangunan kantor-kantor menteri demikian hebatnya. Kantor Menteri Perdagangan dibangun demikian megahnya, daerah-daerah juga begitu. Anggaran untuk membangun itu sebenarnya bisa dihemat. Karena, tidak memberi nilai tambah secara ekonomi. Contoh lain, biaya sosialisasi KB atau apalah yang aneh-aneh lainnya. Itu hanya kampanye terselubung, bagi Presiden maupun menteri-menterinya. Ngapain itu semua? Buang-buang uang," tambah Rizal.
Kebijakan menaikkan harga, lanjut dia, menunjukkan bahwa pemerintah hanya berani berhadapan dengan rakyat. Solusi lainnya, menurut Rizal dengan melakukan efisiensi di tubuh Pertamina dan PLN, yang selama ini mendapatkan subsidi terbesar. Selain itu, merenegosiasi pembayaran utang yang sangat mungkin dilakukan."Tapi pemerintah tidak pernah berani melakukan negosiasi dengan komprador-komprador asing itu. Beraninya cuma sama rakyat. Mana berani menekan bank-bank rekap yang selama ini disubsidi ratusan triliun," tandasnya. .....

MUAL DEH ....

SOLUSI KEBLINGER "ORANG ORANG PINTER"


SBY dalam pidatonya mengatakan : “Tidak mudah menaikkan harga BBM, meskipun harga minyak terus melambungsrikandi_bali16@yahoo.com. Padahal subsidi untuk BBM sudah mencapai Rp 260 triliun...’Senada dengan pernyataan mentri ESDM Purnomo Yusgiantoro menyatakan Pemerintah fokus pada penghematan subsidi BBM. Pemerintah sudah berkomitmen tidak akan menaikkan harga BBM bersubsidi setidaknya sampai 2009.

AGAKNYA Pemerintah perlu menghitung kembali berbagai dampak yang ditimbulkan, jika berencana menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM), sebagai respons terhadap terus melambungnya harga minyak dunia. Sebab, masih ada cara lain yang dapat ditempuh untuk menyelamatkan APBN dari tekanan membengkaknya subsidi BBM.( alasan kenaikan BBM didunia hingga 100 dolar/barel) mengingat kebijakan terdahulu saat harga minyak didunia 60 dollar/barel pemerintah sudah 2 kali menaikkan harga BBM hingga 120% lantas KEMANA saja hasil subsidi yang sudah dicabut dari rakyat itu ? kenyataan yang terjadi fakta dan kondisi masyarakat hingga hari ini menanggung beban dampak kenaikan harga harga disegala bidang, tentu saja kemiskinan menjadi jawaban dari kebijaksanaan kenaikan BBM tsb.

masalah minyak bukan saja masalah Indonesia, tetapi sudah menjadi masalah global yang harus disikapi secara bijaksana dan hati-hati. malaysia, korea, thailand dan singapura, tidak bisa semata mata dijadikan contoh sebagai negara yang dapat menjaga stabilitasnya meski ditengah gejolak harga minyak dunia, karena sejak awal mereka sudah menjaga stabilitas itu dengan memiliki kebijakan energi nasionalnya, sedangkan Indonesia hingga hari ini meski banyak orang pintar dan cerdas diatas sana yang mempunyai akses ekonomi nasional (Berkeley,CSIS, dll) tidak pernah berhasil menyusun kebijakan energi nasionalnya, akibatnya jalan pintas senantiasa dipilih dengan menaikkan bbm dengan argumentasi yang tidak singkron dengan aplikasi dilapangan, akibatnya dapat dirasakan masyarakat, stigma yang ada dibenak rakyat adalah BBM naik sama dengan Harga harga selangit... !.


..' KETIKA ITU HARGA MINYAK MENTAH DUNIA BERKISAR 60 DOLAR/BAREL TOH PEMERINTAH BERKERAS MENAIKKAN BBM, SELANJUTNYA SETELAH KENAIKAN BBM TH 2005 YAITU SEBESAR 120 % (2X) TIDAK ADA LANGKAH NYATA YG MEMBUKTIKAN BAHWA PENCABUTAN SUBSIDI BBM ITU MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT, JUSTRU HARGA BARANG DAN SEMBAKO SEMAKIN MENINGKAT TIAP TAHUN HINGGA HARI INI, ...."


haruskah BBM dinaikkan kembali, tanpa ada langkah kongkrit, mengamankan harga kebutuhan pokok dari permainan spekulan, pertanyaan yang perlu dijawab, apakah data tentang konsumsi pemakaian BBM BERSUBSIDI yang dihitung pemerintah itu valid adanya, apakah data itu termasuk juga data BBM yang dioplos dan diselundupkan ke luar negeri ? Setidaknya sebelum mengambil kebijakan menaikkan BBM, pemerintah masih bisa mensiasati APBN ada tiga opsi kebijakan yang bisa diambil pemerintah untuk mengatasi tekanan terhadap APBN. Pertama, meningkatkan penerimaan negara dari pajak ekspor pertambangan dan perkebunan dalam negeri yang saat ini ikut menikmati dampak kenaikan harga minyak tersebut. Kedua, merenegosiasi utang-utang luar negeri. Ketiga, melakukan efisiensi anggaran. DAN JANGAN LUPA sudah seharusnya pemerintah melepaskan diri dari pemain minyak ini yang ada dilingkaran pemerintah (konflik of interest)


masih banyak cara yang dapat menghindarkan diri dari kenaikan harga BBMSeharusnya pemerintah perlu meningkatkan produksi minyak dalam negeri, setidaknya hingga 1,2 juta barel per hari. "Pada masa Pemerintahan Megawati, tahun 2004 Indonesia menghasilkan 1,2 juta barel per hari. Saat ini pemerintah hanya menghasilkan 910.000 barel per hari," pemerintah masih dapat mengupayakan alternatif lain. Sebagai negara anggota Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC), pemerintah bisa mendesak negara produsen minyak lainnya untuk turut meningkatkan produksi minyak nasionalnya. atau pernahkah kita berpikir jika OPEC ini tidak menghasilhan efek positif bagi Indonesia, jika benar tidak bermanfaat untuk apa kita bergabung didalam OPEC tersebut ? contohnya saja kenaikan harga minyak dunia saat ini didominasi faktor nonfundamental, yakni ulah para spekulan yang menikmati keuntungan dari kenaikan harga minyak .. ,


bukankah tugas negara didalam PASAL 34 UUD 45 tentang kesejahteraan sosial terhadap rakyat harus diwujudkan yang hingga saat ini belum sepenuhnya dirasakan masyarakat.., jangan dianggap masyarakat sudah sejahtera dengan perekonomian saat ini, dimana pendapatan tetap dan pengeluaran terus meningkat, tidakkah Presiden ingin dikenang manis dan tidak gemar ingkar janji oleh rakyatnya sendiri ?..., salam SDI BALI

KENAIKAN BBM 3 KALI = NIHILISME RAKYAT


Kesusahan dan Nihilisme Rakyat
Spanduk besar terpasang di Jalan Diponegoro, Jakarta. Pesannya memiriskan hati. Pada spanduk karya Srikandi Demokrasi Indonesia (SDI) itu tertulis: Daftar orang susah, 5,4 juta balita kurang gizi, 8 juta anak telantar, 23 juta pengangguran, 110 juta rakyat miskin, 1 juta lebih pelacur, 300 ribu pelajar drop out, 180 ribu mahasiswa drop out, orang sakit 2,7 juta, dan seterusnya.

pesan spanduk itu berhasil menggambarkan realitas kita kini bahwa memang semakin banyak orang susah di negeri ini. Naiknya harga bensin, minyak tanah, beras dan kebutuhan pokok lainnya telah melebihi jangkauan daya beli masyarakat. Banyak yang merasakan ketidakberdayaan. Apa yang bisa dilakukan hanyalah memohon belas kasihan sesama. Jalan-jalan pun dijejali pengemis, dari bayi sampai uzur. Makin banyak rakyat yang terpaksa makan nasi aking atau tiwul demi mempertahankan hidup. Sebagian lagi mati sia-sia setelah didera busung lapar. Masyarakat yang susah mulai merasakan apa yang Cornel West sebut sebagai nihilisme (Race Matters H. 14).

Nihilisme bukanlah doktrin filsafat yang beranggapan tidak adanya dasar rasional yang mengabsahkan kekuasaan. West memiliki definisi sendiri terhadap nihilisme. Menurut West, nihilisme adalah pengalaman manusia yang hidup tanpa arti, tanpa harapan, dan tanpa cinta.

Nihilisme sering berujung pada keputusasaan. Rasa putus asa melahirkan ragam reaksi. Sebagian masyarakat yang putus asa menderita stres kronis dan terpaksa menjalani hidup mereka di balik jeruji rumah sakit gila. Sebagian lagi merasa terang sudah berganti menjadi kegelapan, jalan pun buntu, lalu memutuskan bunuh diri.

Bagi mereka, bunuh diri adalah satu-satunya alternatif karena kematian masih lebih baik daripada hidup susah tanpa makna dan tanpa cinta. Orang-orang yang bunuh diri adalah orang yang merasa diri sudah dilupakan dan diabaikan oleh sesama, oleh pemerintah, oleh wakil rakyat, dan bahkan oleh Tuhan.
Jumlah orang yang putus asa dan mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri meningkat dari tahun ke tahun. Sedihnya, bukan saja orang dewasa yang mengambil alternatif bunuh diri, anak-anak pun ikut-ikutan putus asa dan bunuh diri. Di Bandung ada dua kasus bunuh diri yang dilakukan anak-anak, yang putus asa karena terpaksa berhenti sekolah akibat ketiadaan dana,
Ekspresi Kemarahan

Nihilisme yang melahirkan keputusasaan bisa meledakkan kemarahan dan kebencian. Intelektual Islam dari UCLA, Khaled Abou El Fadl, membangun teori menarik. Fadl mengatakan ada dua cara orang mengekspresikan kemarahan dan kebenciannya. Cara pertama adalah mereka yang mengekspresikan kemarahan dengan motif dan tujuan yang jelas. Ekspresi kemarahan yang paling santun dilakukan melalui aksi protes. Protes keras masyarakat Serpong yang marah dengan cara menutup jalan tol di Serpong bertujuan menuntut ganti rugi atas tanah yang diambil untuk pelebaran jalan tol.

Aksi protes karyawan PT Dirgantara Indonesia yang telah dilakukan bertahun-tahun didasari motif dan tujuan yang jelas, yaitu menuntut pemulihan hak kepegawaiannya atau ganti rugi yang memadai. Sayangnya, aksi protes itu terkesan diabaikan. Mereka dianggap tidak ada! Terakhir demonstrasi penduduk Porong, Sidoarjo yang rumah dan tanahnya terendam lumpur bertujuan menuntut ganti rugi. dalam ketiga kasus di atas pemerintah terlibat secara langsung maupun tidak langsung. Aksi protes masyarakat adalah ekspresi kemarahan karena tersumbatnya ruang dialog. Mengabaikan protes hanya memunculkan keputusasaan yang memicu aksi bunuh diri atau bahkan kekerasan yang membahayakan semua orang. Membungkam protes melalui pendekatan keamanan yang militeristik pun bukanlah cara terbaik menyelesaikan persoalan. Kedua pendekatan di atas hanya menggumpalkan keputusasaan masyarakat.

Orang putus asa bisa melakukan cara apa pun, termasuk kekerasan, dengan tujuan mempertahankan haknya. Orang yang putus asa tidak peduli terhadap hidupnya. Mereka bersedia menanggung risiko seberat apa pun yang penting motif dan tujuannya tercapai. Contoh jelas adalah pejuang Palestina yang melakukan aksi bom bunuh diri terhadap pasukan pendudukan Israel.

Motif mereka, menurut Abou El Fadl, adalah pembebasan tanah airnya dari pendudukan Israel. Jadi, dalam setiap aksi ada tujuan yang hendak dicapai. Ada klaim yang dikejar! Itulah sebabnya penyelesaian terbaik dalam berbagai persoalan adalah dengan kesediaan menyelesaikan berbagai persoalan melalui dialog yang santun. Dialog dimulai dengan kesediaan mendengar keluh kesah dan penderitaan sesama dari situ berupaya mencari solusi yang terbaik bagi semua.
Kebencian
Cara kedua orang putus asa mengekspresikan kemarahan dan kebenciannya adalah, celakanya, sering tidak didasari dengan motivasi dan tujuan yang jelas. Abou El Fadl memberikan contoh bagus. Penyerangan terhadap gedung pencakar langit WTC di New York pada peristiwa 11 September 2001 dilakukan dengan motivasi dan tujuan yang sama sekali tidak jelas. Pelaku penyerangan itu sendiri tewas dalam aksinya.

Penyerangan itu sendiri adalah muntahan kemarahan dan kebencian terhadap simbol kebesaran Amerika Serikat. Tidak ada klaim apa pun. Tidak ada tuntutan kemerdekaan terhadap sejengkal tanah atau tuntutan pembebasan terhadap siapa pun! Seolah yang hendak dicapai cuma pemberotakan terhadap nihilisme, suatu penegasan bahwa "kami eksis!"
Peristiwa WTC memiliki kesamaan dengan kasus Amrozi di Bali. Amrozi dan kawan-kawan memuntahkan kemarahan dan kebencian yang telah bergejolak dalam hati. Kemarahan demi kemarahan itu sendiri! Karena itu, mengabaikan berbagai penderitaan dan kesusahan masyarakat berpotensi menebarkan virus nihilisme yang melahirkan kemarahan dan bahkan kekerasan yang membahayakan seluruh bangsa.
Kita perlu membangun peradaban baru guna menyelesaikan berbagai persoalan bangsa, yaitu melalui membuka ruang dialog seluas-luasnya, memfasilitasi percakapan bahkan perdebatan rasional, dan melalui hukum yang harus ditegakkan. Pemerintah harus berani memulainya. Semoga!

FILSUF J. RUMI


sebagai tokoh humanis terbesar,

Maulana Rumi mengabdikan seluruh hidupnya untuk kepentingan kemanusiaan. Pada setiap karyanya, terutama Matsnawi dan Fihi Ma Fihi terkandung pesan yang begitu berharga bagi kehidupan manusia di dunia, yaitu terciptanya “perdamaian abadi”. Buku ini, khususnya Matsnawi bagi masyarakat Iran dianggap sebagai “kitab suci kedua” setelah al-Quran, karena mengandung petunjuk dan ajaran mulia bagi umat manusia yang dapat mengantarkan mereka ke tujuan paripurna. Kini kita hidup 800 tahun setelah Maulana Rumi, namun pesan damai yang sempat ditorehkannya dalam lembaran-lembaran kitab dan petuah-petuah nasehat rasanya masih relevan dengan kehidupan manusia zaman ini. Zaman di mana pertikaian sering terjadi, kebencian dan kemurkaan dipeliha-ra, kekerasan dan penindasan ditanamkan, serta kejujuran dan kebenaran selalu diabaikan.Pada zaman seperti itu, damai adalah kata yang teramat mahal bagi setiap orang, bangsa, dan kelompok. Damai menjadi kata yang terus diperjuangkan dan dipertaruhkan. Setiap usaha untuk menggapainya tak jarang menelan korban harta dan jiwa yang begitu banyak. Hingga kini, betapa jurang pemisah di antara bangsa-bangsa dunia semakin menganga lebar, ditambah kemudian dengan sikap intoleransi, dan pupusnya solidaritas sosial semakin membangkitkan sikap egoisme dan individualisme. Konflik yang saat ini masih terjadi di Irak dan Afghanistan, serta ratusan konflik yang pernah melanda Indonesia semakin membenarkan hal itu semua.
Untuk menyelesaikan konflik yang kian menyambang kehidupan manusia dari masa ke masa, Maulana Rumi mencari akar penyebabnya, sekaligus menawarkan sebuah solusi yang dapat menghantarkan mereka kepada kedamaian dan perdamaian abadi.

”Seruling Bambu” bagi Rumi adalah simbol perdamaian. Menurutnya, seruling merupakan analogi yang tepat bagi bangsa dunia yang mendambakan perdamaian. Karena, darinya lahir berbagai lagu yang coba diekspresikan melalui kekuatan angin yang keluar dari mulut seseorang saat meniup alat musik itu. Bila setiap bangsa, dan juga komunitas dunia meniup seruling itu dengan penuh kesadaran dan dalam kesatuan yang padu, maka akan mengeluarkan suara yang merdu dan menggugah setiap pendengarnya hingga menyejukan hati dan mendamaikan jiwa. Dengan cara memadukan seruling yang satu dengan seruling yang lainnya akan tercipta perdamaian dan kedamaian abadi. Kesadaran inilah yang harus diciptakan masyarakat dunia.

Humanisme-toleran
Kehadiran Rumi di tengah kepenatan hidup dan kebekuan berpikir seperti sekarang ini sungguh sangat diperlukan dan dinanti. Ia tidak saja mampu melantunkan bait-bait syair yang merdu di tengah kebisingan dunia, tapi juga memiliki ajaran-ajaran mulia yang dibutuhkan manusia modern saat ini.Sebagai guru sejagat, Rumi laksana lautan tak bertepi dan bumi tak terjejaki. Ia selalu mengajarkan kepada murid-muridnya untuk bersikap toleran dan solider terhadap sesama, peduli akan penderitaan nasib orang, menerima kelompok lain untuk hidup berdampingan sambil bergandengan tangan tanpa pertentangan dan perselisihan, serta memiliki tanggung jawab untuk mengabdikan hidupnya demi kemanusiaan.Sikap egois, ingin menang sendiri, dan merasa dirinya paling suci dan benar seperti yang terjadi dan bahkan mewarnai kehidupan dunia ini menjadi kritikan dan perhatian Rumi. Baginya, sikap-sikap seperti itu tidak akan dapat menyelesaikan masalah dalam hubungannya dengan orang di luar diri kita dan kelompok yang berbeda pandangan dengan kita. Hal demikian justru hanya akan memperuncing masalah, mempertajam perselisihan, menyulut api peperangan, menanamkan kebencian, dan sesekali akan melahirkan tragedi yang berdarah-darah. selama hidupnya, Rumi bergaul dan memiliki banyak murid yang berasal dari berbagai kalangan, agama, suku, budaya, dan tradisi. Mereka semua diperlakukan Rumi dengan penuh cinta dan kasih sayang, tanpa pandang bulu. Baginya sikap seperti ini akan melahirkan kedamaian dalam diri seseorang dan kedamaian untuk alam semesta