Minggu, 14 September 2008

TOLAK RUU PORNOGRAFI


Hingga hari ini masih terus dibahas oleh semua fraksi kecuali Fraksi PDIP yg bertahan untuk tidak mengikuti pembahasan dengan berbagai pertimbangan, dimana RUU Pornografi tersebut berpotensi melanggar Pancasila dan Konstitusi serta Preambule UUD 45, yaitu sbb

 Negara mencampuri urusan privat sebagaimana pada tujuan UU pendidikan moral dan ahlak (Ps 1 ayat 1C) NKRI bukan negara agama tetapi negara Pancasila implikasinya termasuk mengkategorikan seks oral/anal adalah penyimpangan
 (penjelasan pasal 14 a)> cont kasus prostitusi dan Hemophil yang di bali korban dalam UU ini juga akan dikenai pasal sebagai pelaku. definisi Pornografi tidak jelas sebagai pasal karet, sehingga multi tafsir dengan potensi Victimisasi adalah perempuan (ketentuan umum ps 1)
Preambule UUD 45, tujuan Negara melindungi segenap bangsa
termasuk Perempuan dan anak anak
 semua model dianggap pelaku pornografi sebagaimana
trafiking candit camera forced prostitusi
 pasal anak hanya 2 pasal itupun ditujukan kepada orang tua dan masyarakat
 isu seksualitas yang universal itu direduksi menjadi Pornografi semata
dalam definisi asal yang dianggap pornografi apabila perilaku menimbulkan birahi orang lain
 Perempuan menggunakan lipstik dan bau parfum, dianggaop sebagai
ekspressi seksualitas, bisa juga sebagai terget UU pornografi.
 Penjelasan 14 UU Pornografi dinyatakan bahwa dilarang mempertontonkan Lingga dan Yoni krn termasuk dianggap barang asusila. bagaimana dengan patung patung di candi peninggalan yang jelas mempertontonkan persenggamaan (cont Candi Borobudur apa harus juga dihancurkan akibat UU ini setelah 1 bulan disahkan)
 Orang Dewasa dikerdilkan dengan dianggap tidak mampu menentukan baik/buruk, Seks menjadi bagian yang masuk dalam wilayah negara. Suami istri dilarang mengkonsumsi, menyimpan pornografi , keduanya dikenakan ancaman dan hukum penjara dan denda yang jumlahnya mengalahkan pasal pasal dalam UU Korupsi dan ilegal loging.

Srikandi Demokrasi Indonesia
www.srikandidemokrasi.blogspot.com
wwwsrikandidemokrasiindonesia.blogspot.com
email sridem@yahoo.com

KAMI DI BALI TEGAS MENOLAK RUU PORNOGRAFI YANG AKAN MERUSAK KEBERAGAMAN DAN PANCASILA ITU.


detikNews 13.09.08 
Denpasar 
Budayawan dan cendekiawan Bali menolakan Rancangan Undang-Undang Pornografi dan Pornoaksi (RUU APP) yang akan disahkan DPR. Penolakan itu disampaikan para budayawan dan aktivis yang tergabung dalam Komponen Rakyat Bali (KRB). Hal ini diumumkan dalam acara di Danes Art, Jl Hayam Wuruk, Denpasar, Sabtu (13/9/2008). KRB telah menolak RUU APP sejak 2006 lalu. 

Pertemuan KRB ini dihadiri 22 cendekiawan dan budayawan Bali, diantaranya Koordinator KRB I Gusti Ngurah Harta, mantan hakim Mahkamah Konstitusi I Dewa Gde Palguna, Prof Dr I Wayan Dibia, Ida Pedanda Sebali Tianyar Arimbawa.

"Bila RUU ini disahkan, maka akan memasung aktivitas budaya serta mengancam entitas Bhinneka Tunggal Ika," kata Palguna.

Perwakilan KRB berencana bertemu Presiden SBY untuk menyatakan penolakannya. Palguna menambahkan jika RUU APP tetap disahkan, maka masyarakat Bali dapat mengajukan judicial review kepada Mahkamah Konstitusi.

KRB akan mendaftar seni-seni pertunjukan nusantara yang terancam dengan RUU APP. Kita juga menggelar aksi massa pertunjukan kesenian tradisional Bali yang dinilai melanggar RUU APP. Kita akan melakukan pembangkangan sipil," ancam Ngurah Arta.

(gds/ndr) 

siluet isu gas tangguh


seksi nian GAS TANGGUH, menggeser ANGKET BBM
Hampir sebulan lamanya, opini gas tangguh ini melesat di media, mungkin saja opini itu di blow up tidak sengaja mendiskreditkan megawati soekarnoputri sebagai pesaing capres yang paling tangguh, atau juga mungkin saja mereka tidak sengaja melesatkan opini tersebut meski sebagian orang bertanya tanya kok baru sekarang ya, menjelang Pilpres 2009, atau mungkin saja berita seksi ini dilempar ke publik untuk pengalihan isue angket BBM dan kenaikan harga sembako yang menggila dipasaran akibat kenaikan bbm, ataukah ada yang sedikit Panik karena hasil survey capres perempuan satu satunya itu semakin tinggi laju presentasinya, aha …wallahu alam, tanyakanlah pada suara hati anda atau meminjam istilah bung ebit, tanyakan pada rumput yang bergoyang... he he

Dalam logika sederhana yang saya pahami tentang Tata Kelola sebuah Pemerintahan selain Presiden dan Wakil Presiden, ada 3 orang penting dikabinet yang setia mendampingi Presiden dan Wapres, yaitu Menko Polkam, Menko Ekuin,dan Menko Kesra, dan setiap rapat kabinet Menko memiliki peranan teramat penting untuk mendampingi Presiden dan Wapres, tentu saja masing masing sudah memiliki protapnya sendiri, kecuali kehadiran Menko Polkam di setiap rapat kabinet memiliki peran yang strategis karena setiap masalah tidak terlepas dari pentingnya keamanan sebuah negara.

Apa yang saya serap dari penjelasan someone (tak mau disebut namanya) yang mengetahui seluk beluk kebiasaan di istana presiden kala itu, ada 3 macam sidang/rapat yang dikenal setiap bulan, yaitu pada awal bukan adalah Sidang Paripurna Kabinet, tengah bulan (sesuai kebutuhan) Sidang Kabinet terbatas, dan akhir bulan adalah Sidang Paripurna Kabinet , dalam Sidang Paripurna Kabinet setiap Mentri Kabinet diharuskan melaporkan semua materi penting yang akan dibahas di Sidang, sedangkan Sidang Kabinet terbatas merupakan penajaman materi setiap masalah yang ada, mentri yang hadir terkait dengan fokus persoalan, kecuali kehadiran Menko Polkam dalam setiap sidang kabinet terbatas, dianggap memiliki peran penting untuk hadir karena setiap masalah senantiasa bersentuhan dengan pola keamanan.

Tahun 2001 Bapak Susilo Bambang Yudoyono sudah menjabat sebagai mentri pertambangan ( dalam kabinet Gus Dur), sudah ada pembicaraan tentang gas tangguh, artinya menko polkam pada kabinet Mega sesungguhnya sudah mengenal apa itu gas tangguh, selanjutnya dibahas kembali di Sidang Kabinet Paripurna (dalam kabinet Gotong Royong), 

Masih ingatkah kita tentang masalah KARAHA BODAS yang pernah menghebohkan itu ? merupakan tanggung jawab Mentamben yang ketika itu dijabat oleh Bapak SBY ketika itu hampir saja masuk dalam Arbitrase, syukur berhasil diselesaikan oleh mega dan kabinetnya, juga terhadap masalah BUKAKA dll, dan entah mengapa kontrak EXON ketika itu tidak ditanda tangani oleh Mega, apa sebabnya ? apakah terkait persoalan validitas data minyak mentah didalam bumi kita yang hingga saat ini belum terjawab dan bagi hasil yang tidak jelas .. dan kini setelah kontrak Exon sudah ditanda tangani oleh Presiden SBY, benarkah Exon menguntungkan penerimaan Negara ? 

 Saya kira semakin jelas jika sebagai Menko Kesra Jusuf Kala mungkin saja tidak ikut serta dalam pembicaraan Kontrak Gas Tangguh, ( karena bukan bidangnya) kalau tidak tahu tentu tidak paham, ya wajar saja, adalah tidak wajar manakala JK banyak bicara meributkan masalah yang tidak dipahami dan “katanya tidak tahu menahu itu”

Seperti halnya bapak Wapres isi kontrak itu juga tidak saya pahami , biarlah orang otrang pandai itu yang bicara terkait klausul perjanjian kontraknya, karena domein ini secara tehnis yang bertanggung jawab tentu Mentamben Purnomo, jadi seyogyanya bapak Purnomo Yusdiantoro ini dapat menjelaskan kepada publik secara kronologis dan transparan. Jangan bersembunyi dong

Pertanyaan saya kepada bapak Mentamben Purnomo, Benarkah delivery kontrak itu baru terjadi pada tahun 2009 ? artinya hingga detik ini (th 2008) Bangsa Indonesia belum satu sen pun dirugikan. Seperti pemberitaan di media. Dan benarkah kontrak itu masih bisa direnegosiasi ? dan apakah kontrak Gas Tangguh ini adalah kontrak G to G, atau kontrak antara Pemerintah Cina dengan Megawati secara pribadi, jika kontrak itu antara Pemerintah Cina dan Pemerintah Indonesia tentu oleh karenanya Presiden SBY sebagai kepala Pemerintahan saat ini wajib hukumnya negosiasi ulang dengan Pemerintah Cina, apapun resikonya, karena rakyat sudah memilih SBY sebagai Presiden. 

Karena pentingnya masalah ini, daripada terus bermain main politik yang ngga jelas orientasinya itu, lebih baik duduk bersama dengan hati jernih antara mentamben sebagai wakil pemerintah, JK dan pimpinan komisi VII DPR, bagaimana menemukan solusi terbaik bagi bangsa, kalau perlu juga melihat kontrak kontrak yang lain terhadap aset pertambangan kita yang sudah terlanjur itu seperti Freeport, Natuna, Ekson, dll atau kalau perlu merevisi UU Migas yang sarat dengan kepentingan sponsor, siapa yang patut dipersalahkan atas kerusakan alam kita sepanjang 30 tahun ini, suka atau tidak suka partai pendukung orde baru adalah partainya wapres JK, sebaiknya mawas diri dan merenung,.. , masa sih 3 tahun pemerintahan mega seakan biang kerok masalah, yang jelas penyebab utama harga sembako yang melambung itu adalah karena kenaikan BBM sebanyak 3 kali itu yg mencapai 150%, celakanya pemerintah tidak mampu melakukan pengendalian harga harga, jangan mengalihkan persoalan bung … !

Tentang pemberitaan yang menghebohkan yaitu perihal Dansa Presiden Mega dan Presiden Cina kala itu, pemahaman saya itu adalah bagian dari Diplomasi 2 orang presiden yang ingin menjalin kerjasama kedua belah negara, jangan lupa pak JK, bukankah proyek jembatan SURAMADU yang terbengkalai itu, pada akhirnya juga diselesaikan oleh diplomasi mantan Presiden Mega dalam pendekatannya kepada Presiden Republik Cina,, coba tunjukkan kepada rakyat apakah bapak SBY dan JK sampai saat ini berhasil menarik investasi dari Pemerintah Republik Cina ?

just do it ...! 

Sabtu, 30 Agustus 2008

RUU PORNOGRAFI TIDAK PENTING UNTUK DISAHKAN


Rancangan Undang Undang Anti Pornografi dan Pornoaksi kini punya nama baru, yaitu RUU Pornografi. Dengan perubahan nama ini, apakah isinya juga berubah? Apa bedanya dengan RUU sebelumnya, dan mengapa pemerintah RI merubah nama RUU tersebut? Menurut Mieke Verawati, staf advokasi Koalisi Perempuan Indonesia, KPI, tidak ada perubahan substansi sama sekali. 

Untuk yang Rancangan Undang Undang Pornografi ini memang hanya bicara soal batasan dan bentuk-bentuk pornografi. Tapi sebenarnya kalau itu diimplementasikan, itu juga bisa masuk dalam ranah pornoaksi. Karena pun kalau kita bicara soal kesenian, di Indonesia sangat susah berbicara soal kesenian, karena tidak semua orang juga menganggap kesenian itu sebagai bentuk seni. Karena bisa juga seni itu adalah bentuk seharian. Seperti misalnya perempuan di daerah-daerah di desa menggunakan kain saja, atau kemben, atau hanya menggunakan sarung. Itu tetap akan masuk dalam ranah pornoaksi juga. Meskipun pornoaksi ini juga sudah dihapus.

Kalau misalnya nanti RUU ini disahkan, serat Centhini pun bisa menjadi masuk bagian dari produk pornografi. Karena itu kembali lagi. Pemahaman setiap orang Indonesia itu tidak sama tentang pornografi. Itu bisa jadi dampaknya kepada karya-karya seni, patung-patung atau jenis-jenis pementasan kesenian, atau budaya yang mungkin juga memperlihatkan gerak atau pakaian, atau mungkin cerita. Itu mungkin orang bisa berpikir pornografi. Padahal mungkin belum tentu seperti itu, karena akibat dari definisi yang penempatannya itu tidak bisa, karena majemuk sekali di Indonesia ini.

Tak penting
Menurut saya, RUU ini sebenarnya tidak merupakan RUU yang penting untuk disahkan. Karena sebenarnya ketika kita menyoal soal pornografi, ini yang menjadi lucu. Karena di sini batasannya juga tidak jelas, sementara kita sudah punya aturan-aturan lainnya tentang pornografi. Misalnya kita punya undang undang nomor 10 tahun 2008, tentang internet dan transaksi elektronik, di mana di situ juga mengatur soal informasi di dunia maya yang berkaitan dengan pornografi. Kita juga punya undang undang penyiaran. Kita juga punya undang undang pers.

Dengan adanya aturan itu mungkin persoalannya itu, hanya bagaimana mengimplementasikannya, atau menegakkan law enforcement-nya, sehingga kalau memang undang undang itu sudah tidak jitu untuk mengatasi soal pornografi, baru kita membuat undang undang yang baru. Persoalannya karena aturan-aturan yang sudah ada, itu belum diimplementasikan dengan baik.

Perda ancaman
Dan Koalisi Perempuan Indonesia memprediksi nanti kalau RUU Pornografi ini disahkan, ini akan menjadi penguat atau menjadi cantolan hukum bagi mereka yang ingin membuat perda-perda yang lebih diskriminatif lagi terhadap perempuan, terhadap budaya Indonesia. Maksudnya pembuat-pembuat kebijakan di tingkat lokal. Karena biasanya nanti setelah muncul undang undang, kalau memang nantinya akan disahkan, nanti pasti akan banyak bermunculan peraturan-peraturan di tingkat lokal atau di tingkat daerah yang mengikuti dari rancangan undang undang yang ada.

Dan tidak ada undang undang pornografi saja, sudah banyak perda-perda yang mengancam keberagaman kita. Sudah banyak perda-perda yang cukup menyulitkan atau mendiskriminasikan perempuan. Apalagi kalau nanti RUU Pornografi ini akan disahkan. Bisa dibayangkan bagaimana perda-perda di tingkat lokal nanti yang akan diajukan oleh pembuat kebijakan, akan semakin mengkerangkeng kebebasan berekspresi warga negara Indonesia.

Substansi tak berubah
Mengapa kira-kira pemerintah mengubah nama RUU ini?
Sebenarnya itu mungkin proses di dalam perumusannya. Sebenarnya di dalam perumusannya ini pun, kami mendapatkan banyak hal yang tidak sesuai dengan peraturan yang sudah ada. Misalnya kita punya undang undang nomor 10 tahun 2004 tentang bagaimana tata cara membuat sebuah undang undang. Bahwa itu harus ada konsultasi publik, harus ada masukan-masukan dari masyarakat sipil untuk undang undang ini. Tapi terkesan undang undang ini melewati peraturan itu. Bahkan tidak sesuai dengan tata tertib pembuatan atau pelaksanaan undang undang di tingkatan Dewan Perwakilan Rakyat.

Saya tidak tahu perubahannya seperti apa. Yang jelas perubahan seperti apa pun, itu tidak merubah substansinya. Yang sangat membahayakan, sebenarnya hanya persoalan pornografi saja, dengan substansi yang sangat bahaya itu nanti akan disahkan. Dampaknya akan sangat terasa dengan masyarakat Indonesia, yang punya beragam adat, suku yang mungkin tidak bisa dibatasi dengan hanya persoalan definisi pornografi. 

Selasa, 29 Juli 2008

PILIH PDI PERJUANGAN NO 28

Sabtu, 14 Juni 2008


satu baris kalimat yang ditulis Albert Camus,
dalam esainya yang berjudul Surat kepada Teman,
Seorang Jerman
, "Saya ingin mencintai Tanah Air saya
sambil tetap mencintai keadilan."

( Nuraini SDI Pst, Tira SDI Bali, Ernawati SDI Ntb)

Minggu, 01 Juni 2008

Menemukan Akar Gerakan Perempuan Indonesia

Berbagai diskusi sejarah gerakan perempuan Indonesia, biasanya paling sering menyandarkan diri pada tokoh Kartini, yang disebut-sebut
sebagai tokoh emansipasi perempuan Indonesia. Walaupun kepahlawanan yang dilabelkan kepada Kartini pantas untuk diragukan. Bukan saja ia tidak melakukan apa pun
kecuali hanya imajinasi semata-mata, tetapi ia sendiri bersedia menjadi istri dari laki-laki
yang sudah beristri. (Gadis Arivia: 1997). Menguatnya kajian gerakan perempuan
bersandar pada Kartini, setidaknya karena ia meninggalkan written text,
yaitu surat-surat yang ditulisnya dan lalu diterbitkan dalam sebuah buku
yang amat terkenal, “Habis Gelap Terbitlah Terang”. (Maria Hartiningsih: 2000).
Berkaitan dengan buku di atas, tidak sedikit pula para ahli
yang menyangsikan keasliannya sebagai karya asli Kartini
(Saskia Eleonora Wieringa: 1999).
Kajian lain justru menunjukkan, tokoh seperti Dewi Sartika, sebenarnya jauh lebih jelas melakukan tindakan-tindakan aksi ketimbang Kartini yang tidak pernah melakukan apa-apa. Dewi Sartika mendirikan sekolah pertamanya pada tahun 1904 dengan nama Sekolah Istri dan selanjutnya diubah menjadi Sekolah Keutamaan Istri. Hingga tahun 1912, Dewi Sartika telah mendirikan 9 sekolah, jumlah yang mencapai 50% dari keseluruhan sekolah di Pasundan (Marianne Katoppo: 2000).

Kecurigaan sebagian peneliti terhadap written text itu, setidaknya bersandar pada kemungkinan adanya keinginan Belanda untuk membuktikan keberhasilan politik etis, dengan dibukanya peluang-peluang bagi bangsa Indonesia untuk mendapatkan pendidikan. Sebab, semangat pendidikan di Indonesia akibat politik etis—sesungguhnya tidak dimaksudkan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa Indonesia, tetapi lebih untuk menunjang terselenggaranya pemerintah Hindia Belanda. Mereka yang telah mendapatkan pendidikan dimaksudkan agar bisa dapat bekerja di kantor-kantor pemerintahan Belanda. Sudah pasti, kebanyakan hanya menduduki jabatan pegawai rendahan. (Sukanti Suryochondro: 1995).

Tetapi, menurut Sukanti Suryochondro, setidak-tidaknya—meski tidak secara langsung, kebijakan politik etis telah membangkitkan semangat di kalangan kaum perempuan untuk bergerak dan berjuang mendapatkan persamaan hak pendidikan bagi perempuan. Buah dari semangat ini, berdirilah Poetri Mardika (1912), salah satu organisasi perempuan yang kelahirannya memang mendapat dukungan dari Boedi Oetomo (organisasi laki-laki). Dalam perkembangannya, Poetri Mardika pernah mengajukan mosi kepada Gubernur Jenderal pada tahun 1915 agar perempuan dan laki-laki diperlakukan sama di muka hukum.

Setelah ini berdiri banyak perkumpulan perempuan baik yang didukung oleh organisasi laki-laki maupun yang terbentuk secara mandiri oleh perempuan sendiri. Sebut saja misalnya, Pa­wiyatan Wanito (Magelang, 1915), Percintaan Ibu Kepada Anak Temurun—PIKAT (Ma­na­do, 1917), Purborini (Tegal, 1917), Aisyiyah atas bantuan Muhammadiyah (Yogyakarta, 1917), Wanito Soesilo (Pemalang, 1918), Wanito Hadi (Jepara, 1919), Poteri Boedi Sedjati (Su­ra­baya, 1919), Wanito Oetomo dan Wanito Moeljo (Yogyakarta, 1920), Serikat Kaoem Iboe Soematra (Bukit Tinggi, 1920), Wanito Katolik (Yogyakarta, 1924). (Sukanti Suryo­chondro: 1995). Dalam catatan sejarah, hampir setiap organisasi perempuan ini, menerbitkan majalah mereka sendiri sebagai media untuk membentuk opini publik sehingga gagasan-gagasan mereka terkomunikasikan ke dalam masyarakat luas.

Secara umum sifat tujuan organisasi tersebut adalah sosial dan kultural, memperjuang­kan nilai-nilai baru dalam kehidupan keluarga dan masyarakat, mempertahankan ekspresi kebudayaan asli melawan aspek-aspek kebudayaan Barat yang tidak sesuai. Hampir tidak ada sumber yang bisa dilacak kegiatan politik macam apa, kecuali catatan-catatan yang lebih menunjukkan pada kegiatan-kegiatan sosial-budaya.

Gerakan nasionalisme juga berkobar di kalangan organisasi perempuan, dan pada tang­gal 22 Desember 1928, diadakan Kongres Perempuan Indonesia I di Yogyakarta. Kongres ini melahir­kan semacam federasi organisasi perempuan dengan nama Perikatan Perkumpulan Perempuan Indonesia (PPPI) dan pada tahun 1929, setahun setelah terbentuknya, diganti menjadi Peri­kat­an Perkumpulan Istri Indonesia (PPII). Pada awal berdirinya, upaya-upaya yang dilakukan adalah perhatian pada lingkungan keluarga dan masyarakat, kedudukan perempuan dalam hukum perkawinan (Islam), pendidikan dan perlindungan anak-anak, pendidikan kaum perempuan, perempuan dalam perkawinan, mencegah perkawinan anak-anak, nasib yatim piatu dan janda, pentingnya peningkatan harga diri perempuan, dan kejahatan kawin paksa. Perhatian ini meluas, misalnya, pada tahun 1935 dibentuk Badan Penyelidikan Perburuhan Kaum Perempuan—salah satunya rapat umum untuk perempuan buruh batik di Lasem Jawa Tengah, membentuk Badan Pemberantasan Buta Huruf, Badan Pemberantasan Perdagangan Perempuan dan Anak-anak (Sukanti Suryochondro: 1995).
Perkembangan gerakan perempuan semakin maju, ketika dalam Kongres Perempuan II, Maret 1932, isu nasionalisme dan politik muncul, selain soal perdagangan peremuan, hak perempuan dan penelitian keadaan sanitasi di kampung serta tingginya angka kematian bayi. Ki Hajar Dewantara, dalam pidatonya mengatakan, sangat terkesan dengan perjuangan feminis di Turki, Cina, Persia, dan India, yang memberikan kontribusi sangat besar bagi suksesnya perjuangan nasional di negara mereka. Dua tahun sebelum Kongres II ini, pada tahun 1930, Suwarni Pringgodigdo, mendirikan organisasi perempuan yang aktif dalam perjuangan politik, yaitu Istri Sedar di Bandung dan menerbitkan jurnal Sedar. Perjuangan lain, adalah upaya gerakan perempuan untuk menentang poligami yang dipandang merugikan perempuan.

Pada tahun yang sama dengan berdirinya Istri Sedar tahun 1930-an, para aktivis perempuan dalam Sarekat Rakyat mengorganisasikan demonstrasi politik untuk buruh perempuan dengan tuntutan kenaikan upah, kesejahteraan buruh dan keselamatan kerja. Salah satu aksi yang paling mencolok, sebenarnya justru demonstrasi yang dilakukan sebelumnya, yaitu pada tahun 1926 di Semarang yang menuntut perbaikan kondisi kerja bagi buruh perempuan, dengan memakai caping kropak. Selama pembrontakan komunis pada tahun 1926 banyak perempuan ditahan bukan hanya karena mereka membantu suami mereka, tetapi juga karena aktivitas mereka sendiri. Bersama dengan laki-laki, banyak perempuan yang diasingkan ke Boven Digul, sebuah kamp konsentrasi Belanda di Irian Jaya. Sukaesih dari Jawa Barat, dan Munasiah dari Jawa Tengah termasuk di antara perempuan-perempuan tersebut. (Saskia E. Wieringa: 1988).

Pada Kongres Perempuan III, setelah melakukan pembubaran PPII, mulai dimunculkan isu tentang hak suara perempuan. Perempuan terus memperjuangkan hak politik atau keterwakilan perempuan, dengan memperjuangkan Maria Ulfa menjadi anggota Volksraad, meskipun gagal. Maria Ulfa kemudian terpilih menjadi menteri Sosial pada Kabinet Syahrir II (1946) dan S.K. Trimurti menjadi menteri Perburuhan pada Kabinet Amir Sjarifuddin (1947-1948). Pada pemilu 1955, gerakan perempuan Indonesia berhasil menempatkan perempuan sebagai anggota parlemen (Budi Wahyuni, dkk.: 2002).

Perjuangan dan gagasan gerakan perempuan yang sedemikian kuat dan berani pada akhirnya menjadi sepi. Kentalnya patriarkhi yang melingkupi para penulis sejarah Indonesia, menjadikan gerak perempuan dalam konteks pembentukan bangsa ke arah kemerdekaan—tentu saja mencakup gerakan politik yang telah mereka lakukan, tersisihkan atau bahkan terhapuskan sama sekali. Kecuali catatan-catatan peran mereka dalam wilayah domestik, seperti dapur umum untuk para gerilyawan. Di sinilah lantas muncul arus besar dalam pendidikan sejarah di Indonesia tentang peran laki-laki dalam perjuangan nasional dan nasionalisme kemudian menjadi sungguh-sungguh semata-mata wacana laki-laki (Catherine Hall, 1993). Padahal, sebagaimana ditegaskan, Catherine Hall, tak seharusnya ketertengge­lam­an perempuan dalam perjuangan nasional ini hilang. Sebab jika membaca berkembangnya mo­tivasi utama yang mendorong gerakan kemerdekaan Indonesia adalah kekecewaan terhadap kekuasaan kolonial yang paternalistik dan berwatak menindas laki-laki, tetapi perempuan jauh lebih berat mengalaminya, baik dalam kehidupan publik maupun pribadi. Penindasan dua tingkat ini yang mendorong perempuan berpartisipasi aktif dalam gerekan kemerdekaan. Selain, hampir menjadi fakta tak terbantahkan, semua gerakan nasionalis Indonesia diorganisasikan oleh pemuda dan perempuan untuk memerangi rasa kedaerahan yang mewarnai gerakan kemerdekaan. Dalam konteks inilah, mulai muncul kritik tajam terhadap ilmu pengetahuan sosial yang menyembunyikan pengalaman perempuan secara individu maupun kolektif, dalam seluruh kegiatan sosial, ekonomi, politik, dan kebudayaan. Kemunculan mereka dalam panggung sejarah gerakan nasional, misalnya, hanya dalam posisi penempelan atau menduduki posisi antagonis.

Memasuki babak baru gerakan perempuan Indonesia, ketika pada tahun 1946, setelah kemerdekaan diperoleh bangsa ini, organisasi perempuan mulai tumbuh, baik sebagai organisasi yang baru maupun kebangkitan kembali yang telah ada. Gerakan perempuan pasca kemerdekaan (masa Soekarno) ini, di samping tetap memperjuangkan agenda-agenda—termasuk pasca pemberangusan di zaman Jepang, mereka terus memperjuangkan kesamaan politik, hak memperoleh pendidikan dan kesempatan bekerja. Persoalan yang dihadapi adalah tindakan diskriminatif antara laki-laki dan perempuan. Pada masa ini, meski demikian, hak politik yang sama setidaknya secara legal telah dijamin dalam pasal 27 UUD 45. Lalu lahir UU 80/1958, yang menjamin adanya prinsip pembayaran yang sama untuk pekerjaan yang sama, perempuan dan laki-laki tidak dibedakan dalam sistem penggajian.

Sejarah gerakan perempuan yang panjang ini, memang masih banyak menyisakan pertanyaan dan kebutuhan akan lacakan-lacakan yang lebih serius dan mendalam. Karena sangat dibutuhkan adanya landasan sejarah yang kuat dalam membangun gerakan perempuan saat ini. Diyakini benar, gerakan perempuan memiliki kekhasan karakter dan strategi gerakan dan bahkan mungkin ideologi dalam setiap tahapan sejarah di Indonesia. Soal lain, yang mungkin relevan untuk didiskusikan adalah sejak kapan sesungguhnya akar sejarah gerakan perempuan di Indonesia mesti ditautkan?

Sumber : Media on line (maaf, lupa URL-nya)

Senin, 05 Mei 2008



SELALU JALAN PINTAS ....

RIZAL RAMLI : VISI SBY, VISI MAHASISWA KOS KOSAN, HA HA HA..
KOMPAS Siap-siap, Pemerintah Akan Naikkan Harga BBM
SBY "Ngaku" Pusing Soal Harga Minyak
Senin, 5 Mei 2008 19:59 WIB
Pengamat ekonomi Rizal Ramli menilai visi pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono layaknya visi mahasiswa kos-kosan. Hal ini disampaikan Rizal menanggapi rencana pemerintah yang akan menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM).
Seperti apa visi mahasiswa kos-kosan yang dimaksud mantan Menteri Perekonomian itu? "Ya mahasiswa kos itukan visinya kalau tidak punya uang, utang. Tidak punya uang lagi, jual hp, jual jeans, jual laptop. Pemerintah SBY seperti itu, tidak punya uang, ngutang. Lihat saja utang luar dan dalam negerinya, menjual aset BUMN, solusi terakhirnya naikin harga. Kalap.......
Kebijakan menaikkan harga BBM itu no brainer, tidak cerdas," ujar Rizal saat dihubungi Kompas.com, Senin (5/5) malam.Sebenarnya, ujar Rizal, pemerintah tidak perlu menaikkan harga BBM asalkan bisa memaksimalkan segala lini untuk melakukan penghematan. Ia menyatakan, banyak sumber penghematan yang bisa dilakukan di APBN."Lihat saja sekarang, bagaimana pembangunan kantor-kantor menteri demikian hebatnya. Kantor Menteri Perdagangan dibangun demikian megahnya, daerah-daerah juga begitu. Anggaran untuk membangun itu sebenarnya bisa dihemat. Karena, tidak memberi nilai tambah secara ekonomi. Contoh lain, biaya sosialisasi KB atau apalah yang aneh-aneh lainnya. Itu hanya kampanye terselubung, bagi Presiden maupun menteri-menterinya. Ngapain itu semua? Buang-buang uang," tambah Rizal.
Kebijakan menaikkan harga, lanjut dia, menunjukkan bahwa pemerintah hanya berani berhadapan dengan rakyat. Solusi lainnya, menurut Rizal dengan melakukan efisiensi di tubuh Pertamina dan PLN, yang selama ini mendapatkan subsidi terbesar. Selain itu, merenegosiasi pembayaran utang yang sangat mungkin dilakukan."Tapi pemerintah tidak pernah berani melakukan negosiasi dengan komprador-komprador asing itu. Beraninya cuma sama rakyat. Mana berani menekan bank-bank rekap yang selama ini disubsidi ratusan triliun," tandasnya. .....

MUAL DEH ....

SOLUSI KEBLINGER "ORANG ORANG PINTER"


SBY dalam pidatonya mengatakan : “Tidak mudah menaikkan harga BBM, meskipun harga minyak terus melambungsrikandi_bali16@yahoo.com. Padahal subsidi untuk BBM sudah mencapai Rp 260 triliun...’Senada dengan pernyataan mentri ESDM Purnomo Yusgiantoro menyatakan Pemerintah fokus pada penghematan subsidi BBM. Pemerintah sudah berkomitmen tidak akan menaikkan harga BBM bersubsidi setidaknya sampai 2009.

AGAKNYA Pemerintah perlu menghitung kembali berbagai dampak yang ditimbulkan, jika berencana menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM), sebagai respons terhadap terus melambungnya harga minyak dunia. Sebab, masih ada cara lain yang dapat ditempuh untuk menyelamatkan APBN dari tekanan membengkaknya subsidi BBM.( alasan kenaikan BBM didunia hingga 100 dolar/barel) mengingat kebijakan terdahulu saat harga minyak didunia 60 dollar/barel pemerintah sudah 2 kali menaikkan harga BBM hingga 120% lantas KEMANA saja hasil subsidi yang sudah dicabut dari rakyat itu ? kenyataan yang terjadi fakta dan kondisi masyarakat hingga hari ini menanggung beban dampak kenaikan harga harga disegala bidang, tentu saja kemiskinan menjadi jawaban dari kebijaksanaan kenaikan BBM tsb.

masalah minyak bukan saja masalah Indonesia, tetapi sudah menjadi masalah global yang harus disikapi secara bijaksana dan hati-hati. malaysia, korea, thailand dan singapura, tidak bisa semata mata dijadikan contoh sebagai negara yang dapat menjaga stabilitasnya meski ditengah gejolak harga minyak dunia, karena sejak awal mereka sudah menjaga stabilitas itu dengan memiliki kebijakan energi nasionalnya, sedangkan Indonesia hingga hari ini meski banyak orang pintar dan cerdas diatas sana yang mempunyai akses ekonomi nasional (Berkeley,CSIS, dll) tidak pernah berhasil menyusun kebijakan energi nasionalnya, akibatnya jalan pintas senantiasa dipilih dengan menaikkan bbm dengan argumentasi yang tidak singkron dengan aplikasi dilapangan, akibatnya dapat dirasakan masyarakat, stigma yang ada dibenak rakyat adalah BBM naik sama dengan Harga harga selangit... !.


..' KETIKA ITU HARGA MINYAK MENTAH DUNIA BERKISAR 60 DOLAR/BAREL TOH PEMERINTAH BERKERAS MENAIKKAN BBM, SELANJUTNYA SETELAH KENAIKAN BBM TH 2005 YAITU SEBESAR 120 % (2X) TIDAK ADA LANGKAH NYATA YG MEMBUKTIKAN BAHWA PENCABUTAN SUBSIDI BBM ITU MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT, JUSTRU HARGA BARANG DAN SEMBAKO SEMAKIN MENINGKAT TIAP TAHUN HINGGA HARI INI, ...."


haruskah BBM dinaikkan kembali, tanpa ada langkah kongkrit, mengamankan harga kebutuhan pokok dari permainan spekulan, pertanyaan yang perlu dijawab, apakah data tentang konsumsi pemakaian BBM BERSUBSIDI yang dihitung pemerintah itu valid adanya, apakah data itu termasuk juga data BBM yang dioplos dan diselundupkan ke luar negeri ? Setidaknya sebelum mengambil kebijakan menaikkan BBM, pemerintah masih bisa mensiasati APBN ada tiga opsi kebijakan yang bisa diambil pemerintah untuk mengatasi tekanan terhadap APBN. Pertama, meningkatkan penerimaan negara dari pajak ekspor pertambangan dan perkebunan dalam negeri yang saat ini ikut menikmati dampak kenaikan harga minyak tersebut. Kedua, merenegosiasi utang-utang luar negeri. Ketiga, melakukan efisiensi anggaran. DAN JANGAN LUPA sudah seharusnya pemerintah melepaskan diri dari pemain minyak ini yang ada dilingkaran pemerintah (konflik of interest)


masih banyak cara yang dapat menghindarkan diri dari kenaikan harga BBMSeharusnya pemerintah perlu meningkatkan produksi minyak dalam negeri, setidaknya hingga 1,2 juta barel per hari. "Pada masa Pemerintahan Megawati, tahun 2004 Indonesia menghasilkan 1,2 juta barel per hari. Saat ini pemerintah hanya menghasilkan 910.000 barel per hari," pemerintah masih dapat mengupayakan alternatif lain. Sebagai negara anggota Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC), pemerintah bisa mendesak negara produsen minyak lainnya untuk turut meningkatkan produksi minyak nasionalnya. atau pernahkah kita berpikir jika OPEC ini tidak menghasilhan efek positif bagi Indonesia, jika benar tidak bermanfaat untuk apa kita bergabung didalam OPEC tersebut ? contohnya saja kenaikan harga minyak dunia saat ini didominasi faktor nonfundamental, yakni ulah para spekulan yang menikmati keuntungan dari kenaikan harga minyak .. ,


bukankah tugas negara didalam PASAL 34 UUD 45 tentang kesejahteraan sosial terhadap rakyat harus diwujudkan yang hingga saat ini belum sepenuhnya dirasakan masyarakat.., jangan dianggap masyarakat sudah sejahtera dengan perekonomian saat ini, dimana pendapatan tetap dan pengeluaran terus meningkat, tidakkah Presiden ingin dikenang manis dan tidak gemar ingkar janji oleh rakyatnya sendiri ?..., salam SDI BALI

KENAIKAN BBM 3 KALI = NIHILISME RAKYAT


Kesusahan dan Nihilisme Rakyat
Spanduk besar terpasang di Jalan Diponegoro, Jakarta. Pesannya memiriskan hati. Pada spanduk karya Srikandi Demokrasi Indonesia (SDI) itu tertulis: Daftar orang susah, 5,4 juta balita kurang gizi, 8 juta anak telantar, 23 juta pengangguran, 110 juta rakyat miskin, 1 juta lebih pelacur, 300 ribu pelajar drop out, 180 ribu mahasiswa drop out, orang sakit 2,7 juta, dan seterusnya.

pesan spanduk itu berhasil menggambarkan realitas kita kini bahwa memang semakin banyak orang susah di negeri ini. Naiknya harga bensin, minyak tanah, beras dan kebutuhan pokok lainnya telah melebihi jangkauan daya beli masyarakat. Banyak yang merasakan ketidakberdayaan. Apa yang bisa dilakukan hanyalah memohon belas kasihan sesama. Jalan-jalan pun dijejali pengemis, dari bayi sampai uzur. Makin banyak rakyat yang terpaksa makan nasi aking atau tiwul demi mempertahankan hidup. Sebagian lagi mati sia-sia setelah didera busung lapar. Masyarakat yang susah mulai merasakan apa yang Cornel West sebut sebagai nihilisme (Race Matters H. 14).

Nihilisme bukanlah doktrin filsafat yang beranggapan tidak adanya dasar rasional yang mengabsahkan kekuasaan. West memiliki definisi sendiri terhadap nihilisme. Menurut West, nihilisme adalah pengalaman manusia yang hidup tanpa arti, tanpa harapan, dan tanpa cinta.

Nihilisme sering berujung pada keputusasaan. Rasa putus asa melahirkan ragam reaksi. Sebagian masyarakat yang putus asa menderita stres kronis dan terpaksa menjalani hidup mereka di balik jeruji rumah sakit gila. Sebagian lagi merasa terang sudah berganti menjadi kegelapan, jalan pun buntu, lalu memutuskan bunuh diri.

Bagi mereka, bunuh diri adalah satu-satunya alternatif karena kematian masih lebih baik daripada hidup susah tanpa makna dan tanpa cinta. Orang-orang yang bunuh diri adalah orang yang merasa diri sudah dilupakan dan diabaikan oleh sesama, oleh pemerintah, oleh wakil rakyat, dan bahkan oleh Tuhan.
Jumlah orang yang putus asa dan mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri meningkat dari tahun ke tahun. Sedihnya, bukan saja orang dewasa yang mengambil alternatif bunuh diri, anak-anak pun ikut-ikutan putus asa dan bunuh diri. Di Bandung ada dua kasus bunuh diri yang dilakukan anak-anak, yang putus asa karena terpaksa berhenti sekolah akibat ketiadaan dana,
Ekspresi Kemarahan

Nihilisme yang melahirkan keputusasaan bisa meledakkan kemarahan dan kebencian. Intelektual Islam dari UCLA, Khaled Abou El Fadl, membangun teori menarik. Fadl mengatakan ada dua cara orang mengekspresikan kemarahan dan kebenciannya. Cara pertama adalah mereka yang mengekspresikan kemarahan dengan motif dan tujuan yang jelas. Ekspresi kemarahan yang paling santun dilakukan melalui aksi protes. Protes keras masyarakat Serpong yang marah dengan cara menutup jalan tol di Serpong bertujuan menuntut ganti rugi atas tanah yang diambil untuk pelebaran jalan tol.

Aksi protes karyawan PT Dirgantara Indonesia yang telah dilakukan bertahun-tahun didasari motif dan tujuan yang jelas, yaitu menuntut pemulihan hak kepegawaiannya atau ganti rugi yang memadai. Sayangnya, aksi protes itu terkesan diabaikan. Mereka dianggap tidak ada! Terakhir demonstrasi penduduk Porong, Sidoarjo yang rumah dan tanahnya terendam lumpur bertujuan menuntut ganti rugi. dalam ketiga kasus di atas pemerintah terlibat secara langsung maupun tidak langsung. Aksi protes masyarakat adalah ekspresi kemarahan karena tersumbatnya ruang dialog. Mengabaikan protes hanya memunculkan keputusasaan yang memicu aksi bunuh diri atau bahkan kekerasan yang membahayakan semua orang. Membungkam protes melalui pendekatan keamanan yang militeristik pun bukanlah cara terbaik menyelesaikan persoalan. Kedua pendekatan di atas hanya menggumpalkan keputusasaan masyarakat.

Orang putus asa bisa melakukan cara apa pun, termasuk kekerasan, dengan tujuan mempertahankan haknya. Orang yang putus asa tidak peduli terhadap hidupnya. Mereka bersedia menanggung risiko seberat apa pun yang penting motif dan tujuannya tercapai. Contoh jelas adalah pejuang Palestina yang melakukan aksi bom bunuh diri terhadap pasukan pendudukan Israel.

Motif mereka, menurut Abou El Fadl, adalah pembebasan tanah airnya dari pendudukan Israel. Jadi, dalam setiap aksi ada tujuan yang hendak dicapai. Ada klaim yang dikejar! Itulah sebabnya penyelesaian terbaik dalam berbagai persoalan adalah dengan kesediaan menyelesaikan berbagai persoalan melalui dialog yang santun. Dialog dimulai dengan kesediaan mendengar keluh kesah dan penderitaan sesama dari situ berupaya mencari solusi yang terbaik bagi semua.
Kebencian
Cara kedua orang putus asa mengekspresikan kemarahan dan kebenciannya adalah, celakanya, sering tidak didasari dengan motivasi dan tujuan yang jelas. Abou El Fadl memberikan contoh bagus. Penyerangan terhadap gedung pencakar langit WTC di New York pada peristiwa 11 September 2001 dilakukan dengan motivasi dan tujuan yang sama sekali tidak jelas. Pelaku penyerangan itu sendiri tewas dalam aksinya.

Penyerangan itu sendiri adalah muntahan kemarahan dan kebencian terhadap simbol kebesaran Amerika Serikat. Tidak ada klaim apa pun. Tidak ada tuntutan kemerdekaan terhadap sejengkal tanah atau tuntutan pembebasan terhadap siapa pun! Seolah yang hendak dicapai cuma pemberotakan terhadap nihilisme, suatu penegasan bahwa "kami eksis!"
Peristiwa WTC memiliki kesamaan dengan kasus Amrozi di Bali. Amrozi dan kawan-kawan memuntahkan kemarahan dan kebencian yang telah bergejolak dalam hati. Kemarahan demi kemarahan itu sendiri! Karena itu, mengabaikan berbagai penderitaan dan kesusahan masyarakat berpotensi menebarkan virus nihilisme yang melahirkan kemarahan dan bahkan kekerasan yang membahayakan seluruh bangsa.
Kita perlu membangun peradaban baru guna menyelesaikan berbagai persoalan bangsa, yaitu melalui membuka ruang dialog seluas-luasnya, memfasilitasi percakapan bahkan perdebatan rasional, dan melalui hukum yang harus ditegakkan. Pemerintah harus berani memulainya. Semoga!

FILSUF J. RUMI


sebagai tokoh humanis terbesar,

Maulana Rumi mengabdikan seluruh hidupnya untuk kepentingan kemanusiaan. Pada setiap karyanya, terutama Matsnawi dan Fihi Ma Fihi terkandung pesan yang begitu berharga bagi kehidupan manusia di dunia, yaitu terciptanya “perdamaian abadi”. Buku ini, khususnya Matsnawi bagi masyarakat Iran dianggap sebagai “kitab suci kedua” setelah al-Quran, karena mengandung petunjuk dan ajaran mulia bagi umat manusia yang dapat mengantarkan mereka ke tujuan paripurna. Kini kita hidup 800 tahun setelah Maulana Rumi, namun pesan damai yang sempat ditorehkannya dalam lembaran-lembaran kitab dan petuah-petuah nasehat rasanya masih relevan dengan kehidupan manusia zaman ini. Zaman di mana pertikaian sering terjadi, kebencian dan kemurkaan dipeliha-ra, kekerasan dan penindasan ditanamkan, serta kejujuran dan kebenaran selalu diabaikan.Pada zaman seperti itu, damai adalah kata yang teramat mahal bagi setiap orang, bangsa, dan kelompok. Damai menjadi kata yang terus diperjuangkan dan dipertaruhkan. Setiap usaha untuk menggapainya tak jarang menelan korban harta dan jiwa yang begitu banyak. Hingga kini, betapa jurang pemisah di antara bangsa-bangsa dunia semakin menganga lebar, ditambah kemudian dengan sikap intoleransi, dan pupusnya solidaritas sosial semakin membangkitkan sikap egoisme dan individualisme. Konflik yang saat ini masih terjadi di Irak dan Afghanistan, serta ratusan konflik yang pernah melanda Indonesia semakin membenarkan hal itu semua.
Untuk menyelesaikan konflik yang kian menyambang kehidupan manusia dari masa ke masa, Maulana Rumi mencari akar penyebabnya, sekaligus menawarkan sebuah solusi yang dapat menghantarkan mereka kepada kedamaian dan perdamaian abadi.

”Seruling Bambu” bagi Rumi adalah simbol perdamaian. Menurutnya, seruling merupakan analogi yang tepat bagi bangsa dunia yang mendambakan perdamaian. Karena, darinya lahir berbagai lagu yang coba diekspresikan melalui kekuatan angin yang keluar dari mulut seseorang saat meniup alat musik itu. Bila setiap bangsa, dan juga komunitas dunia meniup seruling itu dengan penuh kesadaran dan dalam kesatuan yang padu, maka akan mengeluarkan suara yang merdu dan menggugah setiap pendengarnya hingga menyejukan hati dan mendamaikan jiwa. Dengan cara memadukan seruling yang satu dengan seruling yang lainnya akan tercipta perdamaian dan kedamaian abadi. Kesadaran inilah yang harus diciptakan masyarakat dunia.

Humanisme-toleran
Kehadiran Rumi di tengah kepenatan hidup dan kebekuan berpikir seperti sekarang ini sungguh sangat diperlukan dan dinanti. Ia tidak saja mampu melantunkan bait-bait syair yang merdu di tengah kebisingan dunia, tapi juga memiliki ajaran-ajaran mulia yang dibutuhkan manusia modern saat ini.Sebagai guru sejagat, Rumi laksana lautan tak bertepi dan bumi tak terjejaki. Ia selalu mengajarkan kepada murid-muridnya untuk bersikap toleran dan solider terhadap sesama, peduli akan penderitaan nasib orang, menerima kelompok lain untuk hidup berdampingan sambil bergandengan tangan tanpa pertentangan dan perselisihan, serta memiliki tanggung jawab untuk mengabdikan hidupnya demi kemanusiaan.Sikap egois, ingin menang sendiri, dan merasa dirinya paling suci dan benar seperti yang terjadi dan bahkan mewarnai kehidupan dunia ini menjadi kritikan dan perhatian Rumi. Baginya, sikap-sikap seperti itu tidak akan dapat menyelesaikan masalah dalam hubungannya dengan orang di luar diri kita dan kelompok yang berbeda pandangan dengan kita. Hal demikian justru hanya akan memperuncing masalah, mempertajam perselisihan, menyulut api peperangan, menanamkan kebencian, dan sesekali akan melahirkan tragedi yang berdarah-darah. selama hidupnya, Rumi bergaul dan memiliki banyak murid yang berasal dari berbagai kalangan, agama, suku, budaya, dan tradisi. Mereka semua diperlakukan Rumi dengan penuh cinta dan kasih sayang, tanpa pandang bulu. Baginya sikap seperti ini akan melahirkan kedamaian dalam diri seseorang dan kedamaian untuk alam semesta